3
PilarUtamaPenyanggaKedaulatan NKRI
Oleh : Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, MS
Archipelago
mengandungmaknabahwa ratio lautatau air adalahlebihbesardaripadadaratan
(pulau), tetapikeduanyadianggapsebagaisatukesatuan. Archipelago
adalahkonsepsigeografis, sementara archipelagic state (Negara Kepulauan)
adalahpengejewantahandarikonsepsigeografistersebutkepadakonsepsipolitis.
MengenangjasapahlawansepertiIr H Djuanda tidak cukup hanya dengan mengabadikannya pada nama jalan, universitas,
pelabuhan, dan sebagainya. Karena generasi penerus kita perlu pengenalan tentang visi,
ideologi, dan cita-cita luhur yang telah diperjuangkan sang pahlawan agar
dapat meneruskan dan mewujudkan perjuangannya.
Kita
tidak dapat membayangkan jika Perdana Menteri Ir H
Djuanda tidak mengumumkan Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957,
mungkin potensi kekayaan laut Indonesia hanya sepertiga dari yang
kita miliki sekarang. Wilayah laut Indonesia saat itu hanya meliputi laut sejauh tiga
mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau di Nusantara.Di
antara pulau-pulau itu, terdapat laut bebas (internasional) yang
dapat mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia.
Ir H
Djuanda dengan berani menyuarakan kepada dunia bahwa lautan Indonesia
adalah termasuk laut di sekitarnya, di antara, dan di dalam Kepulauan
Indonesia. Berdasarkan Deklarasi Djoeanda, wilayah laut Indonesia
menjadisangat luas, yaitu 5,8juta km
persegi atau tiga perempat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Kita
mempunyai lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi 81 ribu km garis pantai. Karena itu
Indonesia dikenal dengan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Sementara garis pantainya adalah
yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Tiga pilar utama
Secara historis, geopolitik Indonesia
didasarkan pada tiga pilar bangunan kesatuan dan persatuan negara dan bangsa.Tanpa ketiga landasan ini,
maka Indonesia sebagai bangsa dan negara tidak pernah ada dalam catatan sejarah. Pertama,
lahirnyaSumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kedua, kemerdekaan yang
diproklamasikan Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945. Ketiga, Deklarasi Djoeanda 13
Desember 1957 menjadi perwujudan dan landasan kesatuan kewilayahan yang
meliputi darat, laut, dan udara.
Ir H
Djuanda memperjuangkan pengertian bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan atau
Negara Nusantara (archipelagic state) yang berdaulat.Maka, Hari Nusantara yang
diperingati setiap tahun memainkan peran geopolitik yang
strategis dan mendasar bagi kesatuan, persatuan, pertahanan, dan kedaulatan
Indonesia.
Nusantara berasaldari kata nusa
(pulau) dan antara (lautan antara yang
mengililingi pulau atau daratan).Bisa juga disebut sebagai gugusan pulau-pulau yang
dalam bahasa Inggris disebut archipelago atau group of islands. Dalam hal ini,
Nusantara mempunyai makna geografisdanpolitis.
Pengertian archipelago
mengandung makna bahwa ratio laut atau air adalah lebih besar daripada daratan
(pulau), tetapi keduanya dianggap sebagai satu kesatuan. Archipelago
adalah konsepsi geografis, sementara archipelagic state (Negara Kepulauan)
adalah pengejewantahan dari konsepsi geografis tersebut kepada konsepsi politis.
Di samping peran geopolitik tersebut,
lautan Indonesia juga memiliki peran geoekonomi yang
luar biasa. Laut kita mengandung kekayaan alam yang sangat besar dan beraneka ragam. Energi kelautan kita membuat iri bangsa-bangsa lain di dunia.
Sekitar 7,5 persen (6,4 juta ton/
tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berada di perairan laut Indonesia.
Kurang lebih 24 juta hektare perairan laut dangkal Indonesia
cocok untuk usaha budi daya laut ikan kerapu, kakap, rumput laut, dan biota
laut lainnya dengan potensi produksi 47 juta ton/tahun.
Tak hanya itu, lahan pesisir yang
sesuai untuk usaha budi daya tambak udang, kepiting, dan biota lainnya diperkirakan
1,2 juta hektare dengan potensi produksi 5 juta ton/tahun. Fakta yang
tidak dapat dibantah bahwa Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkat angenetik, spesies,
mau pun ekosistem tertinggi di dunia. Total
nilai ekonomi dari produk perikanan dan bioteknologi perairan kita diperkirakan mencapai
82 miliar dolar AS per tahun. Hampir 70 persen produksi minyak dan gas bumi
Indonesia
berasal dari kawasan pesisir dan laut. Sementara potensi ekonomi jasa perhubungan laut diperkirakan
12 miliar dolar AS per tahun.
Seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke
Asia Pasifik, sebenarnya Indonesia mempunyai potensi lebih besar. Hampir 70 persen
total perdagangan dunia berlangsung di antara negara-negara di Asia Pasifik.
Lebih dari 75 persen barang-barang yang diperdagangkan diangkut melalui laut, dan 45
persen melalui Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Makassar, dan laut lainnya.
Kesadaran maritim
Kalau sejak dulu bangsa Indonesia
tidak melupakan jatidiri sebagai bangsa maritim terbesar di dunia,
maka potensi kelautan dan perikanan di Nusantara
dapat dikembangkan secara maksimal. Sayangnya, selama ini sumber daya kelautan hanya dipandang sebelah mata. Laut hanya dijadikan tempat buangan atau keranjang sampah.
Masyarakat kita pun
selalu ditakut-takuti oleh misteri laut yang
menakutkan dan menyeramkan. Dukungan infrastruktur, iptek, SDM, sumber daya keuangan,
hukum, dan kelembagaan terhadap bidang kelautan di masa lalu sangat rendah.Bayangkan,
sejak 1970 sampai 1996, kredit usaha yang
dicurahkan untuk usaha perikanan hanya sekitar 0,02 persen dari total kredit.
Maka wajar bila pencapaian hasil pembangunan kelautan di
masa lalu sangatlah kecil. Sekarang, mestinya kita berani mendirikan perbankan yang
khusus melayani nelayan, kalau mau memajukan sektor kelautan dan perikanan di
Nusantara.
Selama ini,
nelayan selalu di anak-tirikan, karena kucuran kredit hanya untuk sektor konsumtif yang
padat modal dan penyerapan tenaga kerjanya sedikit. Padahal kalau kita mampu memberi peluang pada sektor kelautan dan perikanan secara maksimal,
kemiskinan, dan pengangguran dapat ditekan dengan maksimal. Dari sudut geoekonomi,
pembangunan ekonomi kelautan di sektor perikanan, perhubungan laut,
pariwisata bahari, pertambangan, dan industri maritim pun terus mengalami perbaikan.Namun,
perbaikan pembangunan ekonomi di
berbagai sektor kelautan itu masih jauh lebih kecil ketimbang potensinya.
Untuk itu,
kita perlu mencari terobosan dalam mendayagunakan sumberdaya kelautan secara optimal
dan lestari.Melihat begitu besar potensi Indonesia,
maka kekayaan laut seharusnya dapat menjadi keunggulan kompetitifkita.
DKP-
JPN Akan BentukSatgasKelautandanPerikanan Nusantara
Sudah saatnya kita memikirkan lahirnya Satgas Kelautan
& Perikanan Nusantara,
dengan fungsi dan peranan selaku lembaga mitra kerja kementerian terkait,
mitra usaha swasta di sektor industri kelautan, dan mitra rakyat di
wilayah pesisir dan pulau-pulau terluar. Demi mejaga kedaulatan wilayah NKRI
dan menyongsong pembaharuan kebijakan di 2014
sebagai keberpihakan kita pada negara kepulauan. Kalau dulu Gus
Dur sudah memulai adanya Menteri Kelautan dan Perikanan, mungkin sekarang ini sudah saatnya kita berpikir tentang adanya Menko Kelautan karena
di dalamnya mencakup berbagai hal-hal penting seperti, energi, transportasi,
batas wilayah, ekosistem, teknologi dan lain-lain,” kata Guru Besar FEUI yang
juga Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Prof. Firmanzah Ph.D di Jakarta, Senin
(29/10).
Pada kesempatan yang sama, ide ini,
dikonfirmasikan dengan Ketua Umum Dewan Komite Pusat Jaringan Pembaharuan Nusantara (
DKP-JPN ), Zainal Abidin, SH,
mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik usulan tersebut. “Sayapikir,
ini adalah ide yang baik,
namun apakah adanya Kementerian Koordinator Kelautan merupakan solusi strategis satu-satunya dalam upaya mengoptimalkan kelautan
Indonesia?,”. Memang sudah selayaknya Indonesia mengoptimalkan keunggulan strategis
yang tidak dimiliki oleh kebanyakan negara lain, yakni wilayah laut yang
terbentang luas, karena elemen yang terkandung di laut,
dapat diistilahkan sebagai ekonomi biru, yang
bisa mendatangkan sumber penerimaan untuk negara selain dari darat,
seperti ikan dan energi. Akhir-akhir ini, seperti yang kita ketahui, hasilikankitasangat
minim,” ujarnya.
Koordinator Program Satgas Kelautan –
JPN yang juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Media Investigasi Satgasnas,
Mario Dhaniel, SE, juga menyambut baik ide tersebut. “Itu suatu hal yang
postif dan wajar jika mengingat letak geografis Indonesia yang dikelilingi laut yang
luas, apalagi bila kebijakan yang
akan dibuat itu tidak hanya mementingkan sektoral saja,” kata dia. Menurut Mario
Dhaniel, kebijakan tentang kelautan yang
ada sampai saat ini belum optimal. “Seharusnya ada UU Pelayaran, UU Perikanan, dan
UU Perhubungan Laut yang secara tegas mengatur semua itu agar
sektor kelautan bisa digarap secara optimal dan tidak tumpang-tindih satu sama lain,”
kata dia.
Namun, tambah Mario Dhaniel,
dibentuknya Kemenko Kelautan akan menjadi tidak berguna apabila tidak membawa aspirasi
yang membela sektor kelautan.
“Intinya adalah Kementerian Kordinator Kelautan harus mencakup dan menyisir seluruh lini sektor kelautan,
karena sektor ini sangat luas dan banyak kepentingan yang bermain,” MarioDhaniel, menambahkan, jika pemerintah ingin mewujudkan adanya Kemenko Kelautan,
itu harus diimbangi dengan anggaran yang memadai.
Anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, kata dia, saat ini tidak mencapai 1% dari
total anggaran RAPBN 2013.”Anggaran untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya
0,003 % dari total rancangan anggaran Rp 1.657 triliun,” kata Mario Dhaniel,
sekitar 70% wilayah Indonesia adalah lautan dan sekitar 22%
dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia disumbang oleh berbagai sektor kelautan.
Sektor yang paling banyak memberikan sumbangan tersebut adalah pertambangan (9,1%)
dan sektor perikanan (2,7%).
TidakEfektif
Namun menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, M.Si, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan
Pembina dan DewanPakar DKP- JPN,
justru wacana tersebut kurang tepat karena seharusnya kinerja diperbaiki bukan dengan membentuk suatu lembaga baru untuk membawahi kinerja kementerian-kementerian
yang terkait potensi kelautan.
“Lebih baik perbaiki dan efektifkan kinerja lembaga atau Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang sudah ada saat ini. Permasalahannya karena terdapat ego di
masing-masing sektoral,” ujarnya.
Dia menjelaskan,
sektor kelautan bukan hanya perikanan, namun di
dalamnya terdapat sektor perhubungan laut, pariwisata, energi dan sumber daya mineral,
lingkungan hidup dan
lain-lainnya. “Tidak efektifnya sekarang ini karena tidak ada koordinasi yang
tepat. Semuanya memiliki kepentingan yang
kontra kesejahteraan rakyat. Ini sama saja memboroskan anggaran,” terangnya.
Menurut Rokhmin,
pemimpin sekarang seharusnya memberikan teladan agar
kurangnya koordinasi antar kementerian terkait tidak lagi menjadi kepentingan sendiri-sendiri.
Walau dibentuk lembaga baru semacam Kemenko, tidak akan jalan selama
SDM-nya tidak kompak.
Rokhmin berpendapat
perlunya reformasi birokrasi, salah satunya dengan menerapkan reward and punishment
karena hingga saat ini tidak ada tindakan tegas terhadap menteri yang
tidak bekerja dengan baik.“Permasalahan ini selalu berlarut-larut karena tidak ada keteladanan dan ketegasan dari pemimpin negara ini. Belum lagi ditambah dengan merajalelanya korupsi,”
keluh Rokhmin.
Akibatnya, masalah klasik selalu muncul, yaitu birokrasi, yang
akhirnya menghambat iklim investasi untuk pengembangan sektor kelautan yang
seharusnya dapat menjadi sebagai salah satu andalan penggerak perekonomian Indonesia.
Rokhmin mengatakan,
potensi dan peluang masih terbentang luas,
namun hanya akan tetap menjadi peluang dan potensi bila tidak ada keinginan kuat,
kesungguhan hati, dan kerja keras terus-menerus demi mewujudkannya menjadi kenyataan,
serta mengurai satu per satu persoalan yang menghadang.
“Harus ada tujuan jelas. Pertama, selesaikan permasalahan yang merupakan carry over
dari masa lalu. Dan, kedua, gunakan potensi yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku perikanan
agar bisa menyumbang perbaikan kondisi negeri ini,” tuturnya.
Menurut anggota Komisi IV DPR RI, Ian
Sugian, Kemenko Kelautan hanya akan menambah panjang proses
birokrasi saja sehingga bisa membuat kinerja yang khusus menangani laut menjadi semakin
lama.
Menurut dia, yang
perlu dilakukan adalah bagaimana membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa
superior sehingga potensi-potensi laut Indonesia tidak dicuri oleh negara lain.
“Setiap tahunnya devisa kita yang hilang sebesar Rp 80 triliun.
Ini dikarenakan pemerintah tidak mempunyai alat yang
cukup untuk menanggulangi pencurian potensi laut. Oleh karena itu, perkuat KKP
dengan alat-alat yang memadai, maka hasil-hasil laut Indonesia akan aman,”
tuturnya. Yang penting, menurut dia,
adalah bagaimana membuat koordinasi antar kementerian yang erat kaitannya dengan laut
Indonesia menjadi lebih baik. Dengan begitu, Indonesia
tidak akan kehilangan potensi-potensi lautnya yang sangat kaya.
Dan Salah satu Alat KKP
untuk mengamankan aneka ragam potensi kelautan & perikanan,
serta menjaga berbagai asset Pemerintah, dan mencegah terjadinya berbagai praktek
KKN, di sektor kebijakan kelautan dan perikanan,
adalah terbentuknya Lembaga Satgas Keluatan & Perikanan Nusantara, yang
diprakarsai oleh DKP- JPN. Dan Keberadaan Satgas Kelautan & Perikanan Nusantara,
harus diperkuat dengan payung hukum, dan kewenangan yang jelas, ungkap Zainal Abidn,
SH.
Untuk itu,
dalam menyambut puncak acara Peringatan Angkatan Laut tahun 2012. Serta HUT ke1 JPN, yang akan berlangsung di
Hotel MercureAncol, Jakarta, pada bulan Januari 2013 mendatang, DKP – JPN
akan meggelarAcara Seminar Nasional, yang bertema “Menyelamatkan Potensi Kelautan
Nusantara”, serta Deklarasi Berdirinya Satgas Kelautan dan Perikanan Nusantara.
Disamping itu. DKP-JPN akan memberikan Anugerah Penghargaan berupa Maha Putra
Nusantara Award 2012 Tingkat Nasional, Kepada sejumlah tokoh insan pejuang pembaharuan nusantara,
yang peduli terhadap masa depan negara dan bangsa,
serta dinilai layak meraih anugerah pengahargaan ini.